Sejarahprofil biodata ponpes Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Kediri Jatim Jawa Timur pontren pp. Pesantren salaf ini didirikan pada tahun 1925 oleh KH. A. Djazuli Usman.Pada 1 Januari 1925, KH. A. Djazuli Usman mendirikan sebuah madrasah dan pondok pesantren. Ia memanfaatkan serambi Masjid untuk kegiatan belajar mengajar para santri. Tanpa terasa santri yang belajar dengan KH.
Sejarah Muassis Al Falah KH. Ahmad Djazuli Utsman, Pendiri PP. Al Falah Ploso Kediri Sang Blawong Pewaris Keluhuran Dialah Mas’ud, yang mendapat julukan Blawong dari KH. Zainuddin. Kelak dikemudian hari ia lebih dikenal dengan nama KH. Achmad Djazuli Utsman, pendiri dan pengasuh pertama Pondok Pesantren Al-Falah, Ploso, Kediri. Diam-diam KH. Zainuddin memperhatikan gerak-gerik santri baru yang berasal dari Ploso itu. Dalam satu kesempatan, sang pengasuh pesantren bertemu Mas’ud memerintahkan untuk tinggal di dalam pondok. “Co, endang ning pondok !” “Kulo mboten gadah sangu, Pak Kyai.” Jawab Mas’ud “Ayo, Co
mbesok kowe arep dadi Blawong, Co !” Mas’ud yang tidak mengerti apa artinya Blawong, hanya diam saja. Setelah tiga kali meminta, barulah Mas’ud menurut perintah Kyai Zainuddin untuk tinggal di dalam bilik pondok. Sejak itulah, Mas’ud kerap mendapat julukan Blawong. Ternyata Blawong adalah burung perkutut mahal yang bunyinya sangat indah dan merdu. Si Blawong itu dipelihara dengan mulia di istana Kerajaan Bawijaya. Alunan suaranya mengagumkan, tidak ada seorang pun yang berkata-kata tatkala Blawong sedang berkicau, semua menyimak suaranya. Seolah burung itu punya karisma yang luar biasa. Ia lahir di awal abad XIX, tepatnya tanggal 16 Mei 1900 M. Ia adalah anak Raden Mas M. Utsman seorang Onder Distrik penghulu kecamatan. Sebagai anak bangsawan, Mas’ud beruntung, karena ia bisa mengenyam pendidikan sekolah formal seperti SR, MULO, HIS bahkan sampai dapat duduk di tingkat perguruan tinggi STOVIA Fakultas Kedokteran UI sekarang di Batavia. Belum lama Mas’ud menempuh pendidikan di STOVIA, tak lama berselang Pak Naib, demikian panggilan akrab RM. Utsman kedatangan tamu, KH. Ma’ruf Kedunglo yang dikenal sebagai murid Kyai Kholil, Bangkalan Madura. “Pundi Mas’ud ?” tanya Kyai Ma’ruf. “Ke Batavia. Dia sekolah di jurusan kedokteran,” jawab Ayah Mas’ud. “Saene Mas’ud dipun aturi wangsul. Larene niku ingkang paroyogi dipun lebetaken pondok Sebaiknya ia dipanggil pulang. Anak itu cocoknya dimasukan ke pondok pesantren,” kata Kyai Ma’ruf. Mendapat perintah dari seorang ulama yang sangat dihormatinya itu, Pak Naib kemudian mengirim surat ke Batavia meminta Mas’ud untuk pulang ke Ploso, Kediri. Sebagai anak yang berbakti ia pun kemudian pulang ke Kediri dan mulai belajar dari pesantren ke pesantren yang lainnya yang ada di sekitar karesidenan Kediri. Mas’ud mengawali rihlah ilmiyahnya dengan di pesantren Gondanglegi Nganjuk yang diasuh oleh KH. Ahmad Sholeh. Di pesantren ini ia mendalami ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an, khususnya tajwid dan kitab Jurumiyah yang berisi gramatika Arab dasar Nahwu selama 6 bulan. Setelah menguasai ilmu Nahwu, Mas’ud yang dikenal sejak usia muda itu gemar menuntut ilmu kemudian memperdalam pelajaran tashrifan ilmu Shorf selama setahun di Pondok Sono Sidoarjo. Ia juga sempat mondok di Sekarputih, Nganjuk yang diasuh KH. Abdul Rohman. Hingga akhirnya ia nyantri ke pondok yang didirikan oleh KH. Ali Imron di Mojosari, Nganjuk yang pada waktu itu diasuh oleh KH. Zainuddin. Kiai Zainuddin Mojosari dikenal banyak melahirkan ulama besar, diantaranya adalah KH. Abdul Wahhab Hasbullah Pendiri NU dan Rais Am setelah KH. Hasyim Asy’ari, Mas’ud yang waktu itu telah kehabisan bekal untuk tinggal di dalam pondok kemudian mukim di langgar pucung musala yang terletak tidak jauh pondok. Selama di Pondok Mojosari, Mas’ud hidup sangat sederhana. Bekal lima rupiah sebulan, dirasa sangat jauh dari standar kehidupan santri yang pada waktu rata-rata Rp 10,-. Setiap hari, ia hanya makan satu lepek piring kecil dengan lauk pauk sayur ontong jantung pisang atau daun luntas yang dioleskan pada sambal kluwak. Sungguh jauh dikatakan nikmat apalagi lezat. Di tengah kehidupan yang makin sulit itu, Pak Naib Utsman, ayah tercinta meninggal. Untuk menopang biaya hidup di pondok, Mas’ud membeli kitab-kitab kuning yang masih kosong lalu ia memberi makna yang sangat jelas dan mudah dibaca. Satu kitab kecil semacam Fathul Qorib, ia jual Rp 2,5,-seringgit, hasil yang lumayan untuk membiayai hidup selama 15 hari di pondok itu. Setelah sempat mondok di Mojosari, Mas’ud berangkat haji sekaligus menuntut ilmu langsung di Mekkah. H. Djazuli, demikian nama panggilan namanya setelah sempurna menunaikan ibadah haji. Selama di tanah suci, ia berguru pada Syeikh Al-Alamah Al-Alaydrus di Jabal Hindi. Namun, ia di sana tidak begitu lama, hanya sekitar dua tahun saja, karena ada kudeta yang dilancarkan oleh kelompok Wahabi pada tahun 1922 yang diprakasai Pangeran Abdul Aziz As-Su’ud. Di tengah berkecamuknya perang saudara itu, H. Djazuli bersama 5 teman lainnya berziarah ke makam Rasulullah SAW di Madinah. Sampai akhirnya H. Djazuli dan kawan-kawannya itu ditangkap oleh pihak keamanan Madinah dan dipaksa pulang lewat pengurusan konsulat Belanda. Sepulang dari tanah suci, Mas’ud kemudian pulang ke tanah kelahirannya, Ploso dan hanya membawa sebuah kitab yakni Dalailul Khairat. Selang satu tahun kemudian, 1923 ia meneruskan nyantri ke Tebuireng Jombang untuk memperdalam ilmu hadits di bawah bimbingan langsung Hadirotusy Syekh KH. Hasjim Asya’ri. Tatkala H. Djazuli sampai di Tebuireng dan sowan ke KH. Hasjim Asya’ri untuk belajar, Hadrotusy Syekh sudah tahu siapa Djazuli yang sebenarnya, ”Kamu tidak usah mengaji, mengajar saja di sini.” H. Djazuli kemudian mengajar Tafsir Jalalain, bahkan ia kerap mewakili Tebuireng dalam bahtsul masa’il seminar yang diselenggarakan di Kenes, Semarang, Surabaya dan sebagainya. Setelah dirasa cukup, ia kemudian melanjutkan ke Pesantren Tremas yang diasuh KH. Ahmad Dimyathi adik kandung Syeikh Mahfudz Attarmasiy. Tak berapa lama kemudian ia pulang ke kampung halaman, Ploso. Sekian lama H. Djazuli menghimpun “air keilmuan dan keagamaan”. Ibarat telaga, telah penuh. Saatnya mengalirkan air ilmu pegetahuan ke masyarakat. Merintis pesantren Al Falah Pada pertengahan tahun 1924, dengan satu masjid dan seorang santri bernama Muhammad Qomar, yang tidak lain adalah kakak iparnya sendiri, Haji Djazuli mulai merintis pesantren. beliau meneruskan pengajian untuk anak‑anak desa sekitar Ploso yang sudah dimulainya dengan pulang pergi sejak masih berada di Karangkates. Jumlah murid pertama yang ikut mengaji ± 12 orang. Di penghujung tahun 1924 itu seorang santri Tremas bernama Abdullah Hisyam asal Kemayan ± 3 km selatan Ploso datang bertamu kepada Haji Djazuli sambil membawa salam dan surat‑surat dari sahabat lamanya. Akhirnya Hisyam melanjutkan belajarnya kepada kyai Djazuli yang memang sudah dikaguminya semenjak di Tremas. Berbekal tekad yang kuat, pada tanggal 1 Januari 1925 kyai Djazuli mengajukan surat permohonan pemantauan kepada pemerintah Belanda untuk lembaga baru yang kemudian dikenal dengan nama Al Falah. Karena Madrasah tersebut belum punya gedung maka tempat belajarnya menggunakan serambi masjid. Inilah awal keberangkatan Haji Djazuli menjadi seorang Kyai di usia yang masih muda 25 tahun. Cerita tentang berdirinya Madrasah sudah terdengar di kalangan yang lebih luas hingga satu demi satu santri berdatangan dan menetap di Ploso. H. Ridwan Syakur, Baedlowi dan Khurmen, ketiganya dari Sendang Gringging ditambah H. Asy’ari dan Berkah dari Ngadiluwih merupakan santri‑santri pertama yang menetap. Suasana sudah terasa ramai dan masjidpun terasa sesak yang menimbulkan permasalahan baru yaitu mendesaknya pengadaan ruang belajar yang memadai. Direncanakanlah pembangunan sebuah gedung Madrasah. Dengan segenap tenaga, fikiran dan jerih payah yang tak ternilai, Kyai Djazuli keliling desa guna mengumpulkan dana untuk pembangunan tersebut. Beliau harus mengayuh sepeda berpuluh‑puluh kilometer sampai Kediri, Tulungagung, Trenggalek dan terkadang ke Blitar. Namun tak sia‑sia banyak hartawan dan dermawan mengulurkan tangan sehingga pembangunan segera bisa dilaksanakan. Dipimpin oleh seorang tukang bangunan bernama Hasan Hadi, seluruh santri bahu membahu bergotong royong, begitu juga Kyai dan Ibu Nyai. Sampai pembangunan sudah layak untuk ditempati, tinggallah semen untuk lantai yang tak terjangkau oleh dana. Tak ada rotan akarpun jadi, maka dipakailah batu bata merah untuk lantainya, sehingga Madrasah yang berlokasi di depan Masjid dan terdiri dari 2 lokal itu terkenal dengan sebutan Madrasah Abang Madrasah Merah. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1927. Konon KH. Hasyim Asy’ari berkenan hadir pada acara selamatan/ syukuran pembangunan Madrasah tersebut, suatu peresmian yang sangat sederhana. Banyaknya santri yang menetap sudah tak tertampung lagi di Masjid sehingga timbullah permasalahan lagi yaitu pengadaan asrama pondok tempat bermukim bagi para santri. Maka pada tahun berikutnya 1928 dibangunlah asrama pertama yang diberi nama pondok D Darussalam yang disusul pada tahun berikutnya dengan pembangunan Pondok C Cahaya yang semula diperuntukkan sebagai tempat mujahadah bagi para santri. Pada tahun 1939 dibangunlah komplek A Andayani, sebuah asrama berlantai dua dilengkapi sebuah musholla di depannya. Dengan tersedianya asrama D, C dan kini A beserta musholla yang merupakan hak milik pondok pesantren diharapkan santri dapat tentram mengikuti pengajian dan kegiatan‑kegiatan belajar lainnya. Pada akhir masa penjajahan Belanda sekitar tahun 1941, kantor kenaiban diputuskan untuk pindah ke Mojo 6 km utara Ploso. Tentu saja perpindahan tersebut meninggalkan kekayaan yang berharga, di antaranya sebuah masjid, pendopo kenaiban, rumah‑rumah dan tanah pekarangan yang cukup luas. Untuk dapat memiliki kekayaan tersebut pihak pondok diminta untuk menyediakan tanah pengganti di Mojo. Untuk itu pondok mengeluarkan biaya 71 gulden Belanda Pada masa penjajahan Jepang, mengetahui bahwa Kyai Djazuli adalah orang yang mempunyai pendidikan umum yang cukup tinggi dan mampu untuk menjalankan tugas‑tugas kepemimpinan formal yang berkaitan dengan administrasi, diangkatlah beliau sebagai Sancok Camat dan dengan paksa pula beliau diharuskan mengganti sarung, kopyah dan surbannya dengan celana pendek, topi dan sepatu. Jepang beranggapan beliau adalah Kyai, seorang tokoh informal yang bisa dipakai untuk propaganda 3A dengan semboyan Nippon cahaya Asia Nippon pelindung Asia dan Nippon pemimpin Asia. Beliau menjalankan kemauan Jepang dengan alasan Bid‑Dlorurot, sebab jika beliau tak mau, Jepang menjadi curiga bahkan tak segan‑segan membunuhnya seperti yang dilakukan terhadap banyak Kyai waktu itu, bila hal itu terjadi yang rugi bukan Kyai Djazuli pribadi atau keluarganya saja, akan tetapi umat Islam. Bukankah pondok yang tengah dirintisnya setapak demi setapak mengalami kemajuan? Akan tetapi dalam tugas‑tugasnya di tengah masyarakat, Kyai Djazuli menyampaikan dakwah Islam bukan dakwah Jepang. Diajaknya rakyat untuk tetap bersabar dan tidak putus asa menghadapi cobaan pahitnya dijajah, diajaknya rakyat untuk bertobat dan mendekatkan diri kepada Allah yang kuasa agar pertolongan Allah segera datang. Dari sancok beliau dipindah tugaskan ke Pare, sebagai ketua parlemen Ketua DPRD Tk. II setiap pagi beliau sudah dijemput dengan kendaraan untuk menjalankan tugas dan baru diantar pulang menjelang maghrib. Dalam kesibukan seperti itu beliau tetap berusaha agar dapat mengajar ngaji di tengah santri‑santrinya, maka setelah istirahat sejenak selepas maghrib beliau mengajak para santri berkumpul di masjid. Ternyata perlakuan Jepang terhadap Kyai Djazuli dengan cara‑cara di atas belum dianggapnya cukup, puncaknya adalah dimasukkannya beliau ke dalam daftar KAMIKAZE Pasukan berani mati Kyai yang sangat disayang dan dibutuhkan oleh ummat itu kini akan diambil oleh Jepang untuk diserahkan nyawanya begitu saja kepada tentara sekutu. Oleh karena itu Sa’idu Siroj lurah pondok pertama merasa tak tega melihat perlakuan Jepang yang biadab ini. Pemuda Tulungagung ini tampil dengan berani untuk mewakili Kyai, gurunya yang diagungkan. Dia rela nyawanya melayang sebagai tumbal dan demi keselamatan pimpinan Pondok pesantren. Hingga pada akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat dan angkat kaki dari Indonesia. Alhamdulillah, selamatlah Kyai Djazuli dari KAMIKAZE. Kegiatan pondok yang sempat terganggu di zaman Jepang kini telah berakhir, penyempurnaan‑penyempurnaan di bidang kurikulum dapat terus dilakukan. Gaung kemajuan Al Falah semakin menyebar ke kalangan yang lebih luas sehingga jumlah santri melonjak menjadi ±400 orang dalam waktu sekitar dua tahun. Tahun 1948, belanda melancarkan agresi militer. sehingga para santri ikut berjuang mempertahankan agama dan negara. Bahkan dua orang dari santri Ploso gugur di medan juang, sebagai syuhada bunga bangsa. Selama dua tahun pula pondok Ploso sepi tanpa santri dan kosong dari pengajian Yang tersisa hanya 5 orang santri yang sudah bertekad hidup dan mati di pondok. Mereka itu adalah Zainuddin dari Kebumen Mas’uddin dari Yogyakarta Kholil dari solo Kholiq Dhofir dari Kediri Romli dari Trenggalek. Tahun 1950 situasi kembali aman, dan kegiatan pondok diaktifkan kembali. Zainuddin Kebumen diangkat sebagai lurah pondok yang bertugas mengelola jalannya roda pendidikan setelah masa‑masa agresi. Sedangkan 5 orang temannya yang di masa agresi tetap tinggal di pondok diangkat sebagai pengurus‑pengurus lain. Berangsur‑angsur para santri kembali ke pondok setelah mengalami libur panjang selama 2 tahun. Jumlah santri 400 orang sebelum agresi sudah datang, bahkan terus bertambah dengan datangnya santri‑santri baru secara berangsur‑angsur. Kepadatan warga mulai terasa lagi di pondok Al Falah sehingga perluasan harus segera diwujudkan. Maka pada tahun 1952 kyai Djazuli beserta segenap para santrinya membangun sebuah asrama yang diberi nama komplek B Al Badar. Memasuki usianya yang ke-25 tahun di tahun 1950‑an, sejalan dengan berkembangnya fasilitas‑fasilitas gedung, peralatan dan sebagainya, maka perbaikan dan penyempurnaan juga ditingkatkan di bidang sistem pendidikan seperti kurikulum, metode interaksi dan lain‑lain. Penyempurnaan tersebut diarahkan berkiblat kepada sistem Tebuireng pada tahun 1923. Suatu sistem yang dikagumi dan ditimba oleh Kyai DjazuIi selama mondok di sana pada tahun 1923. Maka sistem belajar mengajar di Al Falah ini terus berlangsung dengan berpedoman kepada sistem Tebuireng hingga sekarang. Tak berlebihan bila dikatakan bahwa Pondok Al Falah adalah duplikat monumental dari Pondok Tebuireng di masa KH. Hasyim Asy’ari tahun 1923. Kyai Djazuli rupanya mempunyai prinsip yang kokoh dan sangat yakin kepada sistem salafiyah yang dipilihnya, sehingga beliau tetap konsisten untuk melestarikannya. Dan ternyata Kyai Djazuli tidak salah pilih sebab sistem salafiyah tetap punya pendukung dan penggemar di kalangan ummat Islam. Begitulah kenyataannya sekitar tahun 1960‑an santri terus meningkat sehingga fasilitas gedung yang ada sudah tak menampung lagi. Untuk mengatasi masalah ini pada tahun 1957 dibangun dua unit bangunan asrama yang diberi nama Komplek G Al Ghozali dan Komplek H Hasanuddin. Begitu seterusnya lima tahun berikutnya pondok terasa sesak lagi dan dibangunlah Komplek AA Al Asyhar pada tahun 1962. Pondok Al Falah semakin anggun dengan bangunan-bangunan yang sudah berderet seiring dengan wibawanya yang makin dirasakan oleh masyarakat luas. Pengaruh pondok yang dihuni oleh ±600 orang santri ini semakin kuat di tengah‑tengah masyarakat abangan Ploso. Gangguan‑gangguan pihak luar yang ditujukan kepada pondokpun berangsur‑angsur berkurang dan akhirnya hilang sama sekali. Masyarakat sudah rata‑rata menunjukkan sikap simpati dan berduyun‑duyun menyekolahkan anaknya ke pondok yang mendorong dibukanya Madrasah Lailiyah malam khusus untuk anak‑anak kampung sekitar, yang didirikan pada tahun 1957/1958. Sampai di akhir hayat, KH. Ahmad Djazuli Utsman dikenal istiqomah dalam mengajar kepada santri-santrinya. Saat memasuki usia senja, Kyai Djazuli mengajar kitab Al-Hikam tasawuf secara periodik setiap malam Jum’at bersama KH. Abdul Madjid dan KH. Mundzir. Bahkan sekalipun dalam keadaan sakit, beliau tetap mendampingi santri-santri yang belajar kepadanya. Riyadloh yang beliau amalkan memang sangat sederhana namun mempunyai makna yang dalam. Beliau memang tidak mengamalkan wiridan-wiridan tertentu. Thoriqoh Kyai Djazuli hanyalah belajar dan mengajar “Ana thoriqoh ta’lim wa ta’allum” ,dawuh beliau berulangkali kepada para santri. Pasangan KH. Djazuli dengan Ibu Nyai Rodliyah dikaruniai 8 anak putra dan 3 anak putri Siti Azizah meninggal diusia 1 thn Hadziq meninggal diusia 9 bln KH. A. Zainuddin Djazuli KH. Nurul Huda Djazuli KH. Hamim Djazuli Alm. Gus Miek KH. Fuad Mun’im Djazuli Mahfudz meninggal diusia 3 thn Makmun meninggal diusia 7 bln KH. Munif Djazuli Alm Ibu Nyai Hj. Lailatul Badriyah Djazuli Su’ad meninggal diusia 4 bln Hadratus Syaikh KH. A. Djazuli Utsman menghadap kepada yang kuasa pada jam wib hari Sabtu wage 10 januari 1976 bertepatan dengan 10 Muharam 1396 H. Ű„Ù†Ű§ لله ÙˆŰ„Ù†Ű§ Ű§Ù„ÙŠÙ‡ ۱ۧۏŰčون Ribuan umat mengiringi prosesi pemakaman sosok pemimpin dan ulama itu di sebelah masjid kenaiban, Ploso, Kediri. Konon, sebagian anak-anak kecil di Ploso, saat menjelang wafatnya KH. Djazuli, melihat langit bertabur kembang. Langit pun seolah berduka dengan kepergian Sang Blawong’ yang mengajarkan banyak keluhuran dan budi pekerti kepada santri-santrinya itu. Beliau wafat tanpa meninggalkan apa‑apa berupa harta benda, sawah, ladang ataupun emas permata. Tetapi sebuah pondok pesantren Al Falah telah melebihi segalanya. Sukses besar mencetak putra‑putrinya menjadi manusia-manusia sholeh sholehah akan mendatangkan kebahagiaan tersendiri di alam barzah dan di akhirat. Masih ditambah lagi dengan ilmu manfaat yang beliau tinggalkan akan mengalirkan pahala terus menerus, jauh lebih deras dari aliran sungai Brantas sepanjang masa. Ketiga perkara itu telah diraih dengan gemilang oleh Kyai Djazuli berupa ilmu manfaat, anak sholeh yang akan selalu berdo’a dan amal jariyah berupa Al Falah yang kian megah.
PROGRAMKERJA SEKOLAH TAHUN PELAJARAN 2013/2014 SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN AL FALAH BIDANG STUDI KEAHLIAN TEKNOLOGI DAN REKAYASA KOMPETENSI KEAHLIAN: TEKNIK INSTALASI TENAGA LISTRIK-TEKNIK PEMELIHARAAN MEKANIK INDUSTRI-TEKNIK KENDARAAN RINGAN Jl. Cisitu Baru No. 52 Dago Bandung 40135 Telp. 022-7004284 f BAB I PENDAHULUAN A. Latar
ï»żHome Rohani By Waresti Rahayu Selasa 07-03-2023 / 1356 WIB × - Baca juga Trend Busana Muslim Tahun 2023 Hadir Kembali, Bisa Jadi Baju Lebaran yang Menarik dan Elegan Baca juga Belajar Tanda Waqaf dalam Al-Quran yang Harus Dipahami Oleh Umat Muslim Baca juga Hukum Mempelajari Ilmu Tajwid Adalah? Berikut Penjelasan Lengkap Untuk Umat Muslim Itu dia informasi mengenai biaya Pondok Pesantren Al Falah Ploso, Kediri. Jika kamu ingin mendapatkan informasi lebih lanjutnya, kamu bisa mengunjungi website resminya DISINI. Semoga bermanfaat. 123 Editor Waresti Rahayu TAG pondok pesantren ponpes al falah pondok pesantren al falah ploso ponpes al falah ploso kediri pendaftaran pondok pesantren visi pondok pesantren misi pondok pesantren motto pondok pesantren biaya pondok pesantren Sumber BERITA TERKAIT Biaya Pendidikan Pondok Pesantren Al Hidayah Rawadenok Depok Tahun Ajaran Baru 2023/2024 Untuk Santri Putra dan Putri Selasa / 13-06-2023,1110 WIB Jenjang Pendidikan Pondok Pesantren Al Hidayah Rawadenok Depok, Miliki Fasilitas dan Ekstrakulikuler Lengkap Selasa / 13-06-2023,1108 WIB Pondok Pesantren Al Hidayah Rawadenok Depok Profil, Sejarah, dan Alamat Ponpes Selasa / 13-06-2023,1107 WIB Pendaftaran Pondok Pesantren Mahasiswi Al Hidayah Sleman Tahun Ajaran 2023/2024, Lengkapi Syarat-Syarat Disini! Selasa / 13-06-2023,1105 WIB Profil Pondok Pesantren Mahasiswi Al Hidayah Sleman, Gabungkan Pembelajaran Perguruan Tinggi dan Pesantren Selasa / 13-06-2023,1103 WIB Amalan Supaya Anak Betah di Pondok Pesantren, Doa Dari Abah Guru Sekumpul yang Insya Allah Bermanfaat Senin / 12-06-2023,1431 WIB UPDATE TERBARU Contoh Soal Tes Kampus Mengajar, Hadirkan Latihan Literasi dan Numerasi Selasa / 13-06-2023,1752 WIB Contoh Soal Pretest PPG 2023, Berkaitan Dengan Kaitan Materi Pedagogik Selasa / 13-06-2023,1751 WIB Cara Menghitung Nilai Ujian 40 Soal, Cek Tabel Penilaiannya Untuk Mempercepat Pekerjaanmu! Selasa / 13-06-2023,1750 WIB
Keluargabesar Pondok Pesantren Al-Falah Ploso, Mojo, Kediri. Mengucapkan selamat hari merdeka buat kita semua rakyat Indonesia. 17 agustus 1945.. Merdeka. See more. Pondok Pesantren Queen Al-Falah, Ploso. December 6, 2013 · Susahnya Menilai buku dari Isinya.
SEJARAH MUASSIS AL FALAH PLOSOKH. Ahmad Djazuli Utsman, Pendiri PP. Al Falah Ploso Kediri KH. DJAZULI USTMAN Sang Blawong Pewaris Keluhuran Pendiri PP. AL FALAH Dialah Mas’ud, yang mendapat julukan Blawong dari KH. Zainuddin. Kelak dikemudian hari ia lebih dikenal dengan nama KH. Achmad Djazuli Utsman, pendiri dan pengasuh pertama Pondok Pesantren Al-Falah, Ploso, Kediri. AL FALAH Diam-diam KH. Zainuddin memperhatikan gerak-gerik santri baru yang berasal dari Ploso itu. Dalam satu kesempatan, sang pengasuh pesantren bertemu Mas’ud memerintahkan untuk tinggal di dalam pondok. “Co, endang ning pondok !” “Kulo mboten gadah sangu, Pak Kyai.” Jawab Mas’ud “Ayo, Co
mbesok kowe arep dadi Blawong, Co !” Mas’ud yang tidak mengerti apa artinya Blawong, hanya diam saja. Setelah tiga kali meminta, barulah Mas’ud menurut perintah Kyai Zainuddin untuk tinggal di dalam bilik pondok. Sejak itulah, Mas’ud kerap mendapat julukan Blawong. Ternyata Blawong adalah burung perkutut mahal yang bunyinya sangat indah dan merdu. Si Blawong itu dipelihara dengan mulia di istana Kerajaan Bawijaya. Alunan suaranya mengagumkan, tidak ada seorang pun yang berkata-kata tatkala Blawong sedang berkicau, semua menyimak suaranya. Seolah burung itu punya karisma yang luar biasa. Ia lahir di awal abad XIX, tepatnya tanggal 16 Mei 1900 M. Ia adalah anak Raden Mas M. Utsman seorang Onder Distrik penghulu kecamatan. Sebagai anak bangsawan, Mas’ud beruntung, karena ia bisa mengenyam pendidikan sekolah formal seperti SR, MULO, HIS bahkan sampai dapat duduk di tingkat perguruan tinggi STOVIA Fakultas Kedokteran UI sekarang di Batavia. Belum lama Mas’ud menempuh pendidikan di STOVIA, tak lama berselang Pak Naib, demikian panggilan akrab RM. Utsman kedatangan tamu, KH. Ma’ruf Kedunglo yang dikenal sebagai murid Kyai Kholil, Bangkalan Madura. “Pundi Mas’ud ?” tanya Kyai Ma’ruf. “Ke Batavia. Dia sekolah di jurusan kedokteran,” jawab Ayah Mas’ud. “Saene Mas’ud dipun aturi wangsul. Larene niku ingkang paroyogi dipun lebetaken pondok Sebaiknya ia dipanggil pulang. Anak itu cocoknya dimasukan ke pondok pesantren,” kata Kyai Ma’ruf. Mendapat perintah dari seorang ulama yang sangat dihormatinya itu, Pak Naib kemudian mengirim surat ke Batavia meminta Mas’ud untuk pulang ke Ploso, Kediri. Sebagai anak yang berbakti ia pun kemudian pulang ke Kediri dan mulai belajar dari pesantren ke pesantren yang lainnya yang ada di sekitar karesidenan Kediri. Mas’ud mengawali rihlah ilmiyahnya dengan di pesantren Gondanglegi Nganjuk yang diasuh oleh KH. Ahmad Sholeh. Di pesantren ini ia mendalami ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an, khususnya tajwid dan kitab Jurumiyah yang berisi gramatika Arab dasar Nahwu selama 6 bulan. Setelah menguasai ilmu Nahwu, Mas’ud yang dikenal sejak usia muda itu gemar menuntut ilmu kemudian memperdalam pelajaran tashrifan ilmu Shorf selama setahun di Pondok Sono Sidoarjo. Ia juga sempat mondok di Sekarputih, Nganjuk yang diasuh KH. Abdul Rohman. Hingga akhirnya ia nyantri ke pondok yang didirikan oleh KH. Ali Imron di Mojosari, Nganjuk yang pada waktu itu diasuh oleh KH. Zainuddin. Kiai Zainuddin Mojosari dikenal banyak melahirkan ulama besar, diantaranya adalah KH. Abdul Wahhab Hasbullah Pendiri NU dan Rais Am setelah KH. Hasyim Asy’ari, Mas’ud yang waktu itu telah kehabisan bekal untuk tinggal di dalam pondok kemudian mukim di langgar pucung musala yang terletak tidak jauh pondok. Selama di Pondok Mojosari, Mas’ud hidup sangat sederhana. Bekal lima rupiah sebulan, dirasa sangat jauh dari standar kehidupan santri yang pada waktu rata-rata Rp 10,-. Setiap hari, ia hanya makan satu lepek piring kecil dengan lauk pauk sayur ontong jantung pisang atau daun luntas yang dioleskan pada sambal kluwak. Sungguh jauh dikatakan nikmat apalagi lezat. Di tengah kehidupan yang makin sulit itu, Pak Naib Utsman, ayah tercinta meninggal. Untuk menopang biaya hidup di pondok, Mas’ud membeli kitab-kitab kuning yang masih kosong lalu ia memberi makna yang sangat jelas dan mudah dibaca. Satu kitab kecil semacam Fathul Qorib, ia jual Rp 2,5,-seringgit, hasil yang lumayan untuk membiayai hidup selama 15 hari di pondok itu. Setelah sempat mondok di Mojosari, Mas’ud berangkat haji sekaligus menuntut ilmu langsung di Mekkah. H. Djazuli, demikian nama panggilan namanya setelah sempurna menunaikan ibadah haji. Selama di tanah suci, ia berguru pada Syeikh Al-Alamah Al-Alaydrus di Jabal Hindi. Namun, ia di sana tidak begitu lama, hanya sekitar dua tahun saja, karena ada kudeta yang dilancarkan oleh kelompok Wahabi pada tahun 1922 yang diprakasai Pangeran Abdul Aziz As-Su’ud. Di tengah berkecamuknya perang saudara itu, H. Djazuli bersama 5 teman lainnya berziarah ke makam Rasulullah SAW di Madinah. Sampai akhirnya H. Djazuli dan kawan-kawannya itu ditangkap oleh pihak keamanan Madinah dan dipaksa pulang lewat pengurusan konsulat Belanda. Sepulang dari tanah suci, Mas’ud kemudian pulang ke tanah kelahirannya, Ploso dan hanya membawa sebuah kitab yakni Dalailul Khairat. Selang satu tahun kemudian, 1923 ia meneruskan nyantri ke Tebuireng Jombang untuk memperdalam ilmu hadits di bawah bimbingan langsung Hadirotusy Syekh KH. Hasjim Asya’ri. Tatkala H. Djazuli sampai di Tebuireng dan sowan ke KH. Hasjim Asya’ri untuk belajar, Hadrotusy Syekh sudah tahu siapa Djazuli yang sebenarnya, ”Kamu tidak usah mengaji, mengajar saja di sini.” H. Djazuli kemudian mengajar Tafsir Jalalain, bahkan ia kerap mewakili Tebuireng dalam bahtsul masa’il seminar yang diselenggarakan di Kenes, Semarang, Surabaya dan sebagainya. Setelah dirasa cukup, ia kemudian melanjutkan ke Pesantren Tremas yang diasuh KH. Ahmad Dimyathi adik kandung Syeikh Mahfudz Attarmasiy. Tak berapa lama kemudian ia pulang ke kampung halaman, Ploso. Sekian lama H. Djazuli menghimpun “air keilmuan dan keagamaan”. Ibarat telaga, telah penuh. Saatnya mengalirkan air ilmu pegetahuan ke masyarakat. Merintis pesantren Al Falah Pada pertengahan tahun 1924, dengan satu masjid dan seorang santri bernama Muhammad Qomar, yang tidak lain adalah kakak iparnya sendiri, Haji Djazuli mulai merintis pesantren. beliau meneruskan pengajian untuk anak‑anak desa sekitar Ploso yang sudah dimulainya dengan pulang pergi sejak masih berada di Karangkates. Jumlah murid pertama yang ikut mengaji ± 12 orang. Di penghujung tahun 1924 itu seorang santri Tremas bernama Abdullah Hisyam asal Kemayan ± 3 km selatan Ploso datang bertamu kepada Haji Djazuli sambil membawa salam dan surat‑surat dari sahabat lamanya. Akhirnya Hisyam melanjutkan belajarnya kepada kyai Djazuli yang memang sudah dikaguminya semenjak di Tremas. Berbekal tekad yang kuat, pada tanggal 1 Januari 1925 kyai Djazuli mengajukan surat permohonan pemantauan kepada pemerintah Belanda untuk lembaga baru yang kemudian dikenal dengan nama Al Falah. Karena Madrasah tersebut belum punya gedung maka tempat belajarnya menggunakan serambi masjid. Inilah awal keberangkatan Haji Djazuli menjadi seorang Kyai di usia yang masih muda 25 tahun. Cerita tentang berdirinya Madrasah sudah terdengar di kalangan yang lebih luas hingga satu demi satu santri berdatangan dan menetap di Ploso. H. Ridwan Syakur, Baedlowi dan Khurmen, ketiganya dari Sendang Gringging ditambah H. Asy’ari dan Berkah dari Ngadiluwih merupakan santri‑santri pertama yang menetap. Suasana sudah terasa ramai dan masjidpun terasa sesak yang menimbulkan permasalahan baru yaitu mendesaknya pengadaan ruang belajar yang memadai. Direncanakanlah pembangunan sebuah gedung Madrasah. Dengan segenap tenaga, fikiran dan jerih payah yang tak ternilai, Kyai Djazuli keliling desa guna mengumpulkan dana untuk pembangunan tersebut. Beliau harus mengayuh sepeda berpuluh‑puluh kilometer sampai Kediri, Tulungagung, Trenggalek dan terkadang ke Blitar. Namun tak sia‑sia banyak hartawan dan dermawan mengulurkan tangan sehingga pembangunan segera bisa dilaksanakan. Dipimpin oleh seorang tukang bangunan bernama Hasan Hadi, seluruh santri bahu membahu bergotong royong, begitu juga Kyai dan Ibu Nyai. Sampai pembangunan sudah layak untuk ditempati, tinggallah semen untuk lantai yang tak terjangkau oleh dana. Tak ada rotan akarpun jadi, maka dipakailah batu bata merah untuk lantainya, sehingga Madrasah yang berlokasi di depan Masjid dan terdiri dari 2 lokal itu terkenal dengan sebutan Madrasah Abang Madrasah Merah. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1927. Konon KH. Hasyim Asy’ari berkenan hadir pada acara selamatan/ syukuran pembangunan Madrasah tersebut, suatu peresmian yang sangat sederhana. Banyaknya santri yang menetap sudah tak tertampung lagi di Masjid sehingga timbullah permasalahan lagi yaitu pengadaan asrama pondok tempat bermukim bagi para santri. Maka pada tahun berikutnya 1928 dibangunlah asrama pertama yang diberi nama pondok D Darussalam yang disusul pada tahun berikutnya dengan pembangunan Pondok C Cahaya yang semula diperuntukkan sebagai tempat mujahadah bagi para santri. Pada tahun 1939 dibangunlah komplek A Andayani, sebuah asrama berlantai dua dilengkapi sebuah musholla di depannya. Dengan tersedianya asrama D, C dan kini A beserta musholla yang merupakan hak milik pondok pesantren diharapkan santri dapat tentram mengikuti pengajian dan kegiatan‑kegiatan belajar lainnya. Pada akhir masa penjajahan Belanda sekitar tahun 1941, kantor kenaiban diputuskan untuk pindah ke Mojo 6 km utara Ploso. Tentu saja perpindahan tersebut meninggalkan kekayaan yang berharga, di antaranya sebuah masjid, pendopo kenaiban, rumah‑rumah dan tanah pekarangan yang cukup luas. Untuk dapat memiliki kekayaan tersebut pihak pondok diminta untuk menyediakan tanah pengganti di Mojo. Untuk itu pondok mengeluarkan biaya 71 gulden Belanda Pada masa penjajahan Jepang, mengetahui bahwa Kyai Djazuli adalah orang yang mempunyai pendidikan umum yang cukup tinggi dan mampu untuk menjalankan tugas‑tugas kepemimpinan formal yang berkaitan dengan administrasi, diangkatlah beliau sebagai Sancok Camat dan dengan paksa pula beliau diharuskan mengganti sarung, kopyah dan surbannya dengan celana pendek, topi dan sepatu. Jepang beranggapan beliau adalah Kyai, seorang tokoh informal yang bisa dipakai untuk propaganda 3A dengan semboyan Nippon cahaya AsiaNippon pelindung Asia danNippon pemimpin Asia. Beliau menjalankan kemauan Jepang dengan alasan Bid‑Dlorurot, sebab jika beliau tak mau, Jepang menjadi curiga bahkan tak segan‑segan membunuhnya seperti yang dilakukan terhadap banyak Kyai waktu itu, bila hal itu terjadi yang rugi bukan Kyai Djazuli pribadi atau keluarganya saja, akan tetapi umat Islam. Bukankah pondok yang tengah dirintisnya setapak demi setapak mengalami kemajuan? Akan tetapi dalam tugas‑tugasnya di tengah masyarakat, Kyai Djazuli menyampaikan dakwah Islam bukan dakwah Jepang. Diajaknya rakyat untuk tetap bersabar dan tidak putus asa menghadapi cobaan pahitnya dijajah, diajaknya rakyat untuk bertobat dan mendekatkan diri kepada Allah yang kuasa agar pertolongan Allah segera datang. Dari sancok beliau dipindah tugaskan ke Pare, sebagai ketua parlemen Ketua DPRD Tk. II setiap pagi beliau sudah dijemput dengan kendaraan untuk menjalankan tugas dan baru diantar pulang menjelang maghrib. Dalam kesibukan seperti itu beliau tetap berusaha agar dapat mengajar ngaji di tengah santri‑santrinya, maka setelah istirahat sejenak selepas maghrib beliau mengajak para santri berkumpul di masjid. Ternyata perlakuan Jepang terhadap Kyai Djazuli dengan cara‑cara di atas belum dianggapnya cukup, puncaknya adalah dimasukkannya beliau ke dalam daftar KAMIKAZE Pasukan berani mati Kyai yang sangat disayang dan dibutuhkan oleh ummat itu kini akan diambil oleh Jepang untuk diserahkan nyawanya begitu saja kepada tentara sekutu. Oleh karena itu Sa’idu Siroj lurah pondok pertama merasa tak tega melihat perlakuan Jepang yang biadab ini. Pemuda Tulungagung ini tampil dengan berani untuk mewakili Kyai, gurunya yang diagungkan. Dia rela nyawanya melayang sebagai tumbal dan demi keselamatan pimpinan Pondok pesantren. Hingga pada akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat dan angkat kaki dari Indonesia. Alhamdulillah, selamatlah Kyai Djazuli dari KAMIKAZE. Kegiatan pondok yang sempat terganggu di zaman Jepang kini telah berakhir, penyempurnaan‑penyempurnaan di bidang kurikulum dapat terus dilakukan. Gaung kemajuan Al Falah semakin menyebar ke kalangan yang lebih luas sehingga jumlah santri melonjak menjadi ±400 orang dalam waktu sekitar dua tahun. Tahun 1948, belanda melancarkan agresi militer. sehingga para santri ikut berjuang mempertahankan agama dan negara. Bahkan dua orang dari santri Ploso gugur di medan juang, sebagai syuhada bunga bangsa. Selama dua tahun pula pondok Ploso sepi tanpa santri dan kosong dari pengajian Yang tersisa hanya 5 orang santri yang sudah bertekad hidup dan mati di pondok. Mereka itu adalah Zainuddin dari KebumenMas’uddin dari YogyakartaKholil dari soloKholiq Dhofir dari KediriRomli dari Trenggalek. Tahun 1950 situasi kembali aman, dan kegiatan pondok diaktifkan kembali. Zainuddin Kebumen diangkat sebagai lurah pondok yang bertugas mengelola jalannya roda pendidikan setelah masa‑masa agresi. Sedangkan 5 orang temannya yang di masa agresi tetap tinggal di pondok diangkat sebagai pengurus‑pengurus lain. Berangsur‑angsur para santri kembali ke pondok setelah mengalami libur panjang selama 2 tahun. Jumlah santri 400 orang sebelum agresi sudah datang, bahkan terus bertambah dengan datangnya santri‑santri baru secara berangsur‑angsur. Kepadatan warga mulai terasa lagi di pondok Al Falah sehingga perluasan harus segera diwujudkan. Maka pada tahun 1952 kyai Djazuli beserta segenap para santrinya membangun sebuah asrama yang diberi nama komplek B Al Badar. Memasuki usianya yang ke-25 tahun di tahun 1950‑an, sejalan dengan berkembangnya fasilitas‑fasilitas gedung, peralatan dan sebagainya, maka perbaikan dan penyempurnaan juga ditingkatkan di bidang sistem pendidikan seperti kurikulum, metode interaksi dan lain‑lain. Penyempurnaan tersebut diarahkan berkiblat kepada sistem Tebuireng pada tahun 1923. Suatu sistem yang dikagumi dan ditimba oleh Kyai DjazuIi selama mondok di sana pada tahun 1923. Maka sistem belajar mengajar di Al Falah ini terus berlangsung dengan berpedoman kepada sistem Tebuireng hingga sekarang. Tak berlebihan bila dikatakan bahwa Pondok Al Falah adalah duplikat monumental dari Pondok Tebuireng di masa KH. Hasyim Asy’ari tahun 1923. Kyai Djazuli rupanya mempunyai prinsip yang kokoh dan sangat yakin kepada sistem salafiyah yang dipilihnya, sehingga beliau tetap konsisten untuk melestarikannya. Dan ternyata Kyai Djazuli tidak salah pilih sebab sistem salafiyah tetap punya pendukung dan penggemar di kalangan ummat Islam. Begitulah kenyataannya sekitar tahun 1960‑an santri terus meningkat sehingga fasilitas gedung yang ada sudah tak menampung lagi. Untuk mengatasi masalah ini pada tahun 1957 dibangun dua unit bangunan asrama yang diberi nama Komplek G Al Ghozali dan Komplek H Hasanuddin. Begitu seterusnya lima tahun berikutnya pondok terasa sesak lagi dan dibangunlah Komplek AA Al Asyhar pada tahun 1962. Pondok Al Falah semakin anggun dengan bangunan-bangunan yang sudah berderet seiring dengan wibawanya yang makin dirasakan oleh masyarakat luas. Pengaruh pondok yang dihuni oleh ±600 orang santri ini semakin kuat di tengah‑tengah masyarakat abangan Ploso. Gangguan‑gangguan pihak luar yang ditujukan kepada pondokpun berangsur‑angsur berkurang dan akhirnya hilang sama sekali. Masyarakat sudah rata‑rata menunjukkan sikap simpati dan berduyun‑duyun menyekolahkan anaknya ke pondok yang mendorong dibukanya Madrasah Lailiyah malam khusus untuk anak‑anak kampung sekitar, yang didirikan pada tahun 1957/1958. Sampai di akhir hayat, KH. Ahmad Djazuli Utsman dikenal istiqomah dalam mengajar kepada santri-santrinya. Saat memasuki usia senja, Kyai Djazuli mengajar kitab Al-Hikam tasawuf secara periodik setiap malam Jum’at bersama KH. Abdul Madjid dan KH. Mundzir. Bahkan sekalipun dalam keadaan sakit, beliau tetap mendampingi santri-santri yang belajar kepadanya. Riyadloh yang beliau amalkan memang sangat sederhana namun mempunyai makna yang dalam. Beliau memang tidak mengamalkan wiridan-wiridan tertentu. Thoriqoh Kyai Djazuli hanyalah belajar dan mengajar “Ana thoriqoh ta’lim wa ta’allum” ,dawuh beliau berulangkali kepada para santri. Pasangan KH. Djazuli dengan Ibu Nyai Rodliyah dikaruniai 8 anak putra dan 3 anak putri Siti Azizah meninggal diusia 1 thnHadziq meninggal diusia 9 blnKH. A. Zainuddin DjazuliKH. Nurul Huda DjazuliKH. Hamim Djazuli Alm. Gus MiekKH. Fuad Mun’im DjazuliMahfudz meninggal diusia 3 thnMakmun meninggal diusia 7 blnKH. Munif Djazuli AlmIbu Nyai Hj. Lailatul Badriyah DjazuliSu’ad meninggal diusia 4 bln Hadratus Syaikh KH. A. Djazuli Utsman menghadap kepada yang kuasa pada jam wib hari Sabtu wage 10 januari 1976 bertepatan dengan 10 Muharam 1396 H. Ű„Ù†Ű§ لله ÙˆŰ„Ù†Ű§ Ű§Ù„ÙŠÙ‡ ۱ۧۏŰčون Ribuan umat mengiringi prosesi pemakaman sosok pemimpin dan ulama itu di sebelah masjid kenaiban, Ploso, Kediri. Konon, sebagian anak-anak kecil di Ploso, saat menjelang wafatnya KH. Djazuli, melihat langit bertabur kembang. Langit pun seolah berduka dengan kepergian Sang Blawong’ yang mengajarkan banyak keluhuran dan budi pekerti kepada santri-santrinya itu. Beliau wafat tanpa meninggalkan apa‑apa berupa harta benda, sawah, ladang ataupun emas permata. Tetapi sebuah pondok pesantren Al Falah telah melebihi segalanya. Sukses besar mencetak putra‑putrinya menjadi manusia-manusia sholeh sholehah akan mendatangkan kebahagiaan tersendiri di alam barzah dan di akhirat. Masih ditambah lagi dengan ilmu manfaat yang beliau tinggalkan akan mengalirkan pahala terus menerus, jauh lebih deras dari aliran sungai Brantas sepanjang masa. Ketiga perkara itu telah diraih dengan gemilang oleh Kyai Djazuli berupa ilmu manfaat, anak sholeh yang akan selalu berdo’a dan amal jariyah berupa Al Falah yang kian megah. Refrensi PP. AL FALAH PLOSO INDUK alfalah
HaulAkbar Masyayikh Pondok Pesantren Al Falah Ploso
h PROFIL Pondok Pesantren Al Falah didirikan oleh hadlrotus syaikh KH. Ahmad Djazuli Utsman pada tahun 1925  LOKASI PESANTREN Pondok Pesantren Al Falah Berlokasi di Desa Ploso Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri v HUBUNGI KAMI Untuk mengetahui Seputar Pondok Pesantren Al Falah Ploso silahkan Hubungi CS kami  PENDAFTARAN ONLINE Kami berusaha memberikan pelayan kepada wali santri dengan sistem informasi dan pendaftaran Secara Online Kabar Terbaru BUTUH BANTUAN Jika anda membutuhkan bantuan yang ada hubunganya dengan pondok silahkan hubungi kami melalui halaman kontak

Merekayang sedang bersiaga itu adalah para petugas keamanan Pondok Al Falah Ploso, Mojo. Sebenarnya, kesiapsiagaan para petugas keamanan tersebut sudah menjadi rutinitas. Mereka sudah terbiasa untuk berjaga selama 24 jam. Namun, memang setelah terjadi kasus yang terjadi pada Senin (19/2) malam lalu, intensitas pengamanan ditingkatkan.

Sejarah profil biodata ponpes Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Kediri Jatim Jawa Timur pontren pp. Pesantren salaf ini didirikan pada tahun 1925 oleh KH. A. Djazuli Usman. DAFTAR ISI 1. Sejarah Ponpes Al-Falah Ploso 3. Pengasuh/pimpinan Pesantren Ploso 4. Sistem Pendidikan Pesantren Ploso 5. Syarat dan Biaya Pendaftaran 6. Profil KH Djazuli Usman Pendiri Ponpes Ploso 7. Profil KH Hamim Djazuli Gus Miek SEJARAH PONDOK PESANTREN AL-FALAH PLOSO KEDIRI Pada 1 Januari 1925, KH. A. Djazuli Usman mendirikan sebuah madrasah dan pondok pesantren. Ia memanfaatkan serambi Masjid untuk kegiatan belajar mengajar para santri. Tanpa terasa santri yang belajar dengan KH. membengkak menjadi 100 orang. Masyarakat sekitar pondok pesantren Al-Falah Ploso pada awalnya tergolong masyarakat abangan jauh dari agama. Ketika awal berdiri, banyak masyarakatnya mencemooh pondok pesantren Al-Falah. Apalagi para pejabat dan bandar judi, yang setatus quonya mulai terganggu. Mereka sering menyebarkan isu-isu sesat terhadap pondok pesantren ini. Fenomena semacam itu memang menjadi tantangan berat bagi pesantren yang menjadi pusat kegiatan simakan Al-Qur’an Mantab ini. Namun para pengurusnya tidak merasa gentar. Justru tantangan itu membulatkan tekad mereka untuk mengubah masyarakat abangan, menjadi masyarakat yang islami. Hasilnya seperti sekarang ini. Pesantren terus berkembang, dan kehidupan islami tercipta dengan sendirinya di sekitar pondok pesantren. Pondok pesantren yang letaknya ditepi sungai Berantas ini banyak mengambil keuntungan dari letak geografis tersebut. Sungai yang terkenal deras airnya dan terus mengalir sepanjang musim banyak memberikan kehidupan para santri serta para masyarakat sekitarnya. Dipinggir sungai inilah terletak desa Ploso, 15 km arah selatan dari Kediri. Potensi wilayah seperti ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Umumnya mereka memanfaatkan tanah yang subur ditepi sungai berantas untuk bercocok tanam. Organisasi Kelembaganan Ponpes Alfalah Ploso menganut sistem manajemen tradisional, dalam arti, kepemimpinan tunggal yang tersentral pada figur seorang kiai memegang otoritas yang tinggi dalam pengelolaan pesantren. Manajemen semacam itu terus berlangsung sampai pada saat sekarang saat pesantren ini diasuh oleh KH. Zainuddin Djazuli putra Kiai Djazuli. KH. Zainuddin dalam mengasuh pesantren yang sering digunakan kegiatan tingkat regional ini dibantu para adik-adiknya dan saudara-saudaranya, seperti KH. Nurul Huda Gus Dah yang mengasuh pondok pesantren putri, KH. Fuad Mun’im Gus Fu’, KH. Munif, Bu Nyai Hj. Badriyah Bu Bad dan Gus Sabut putra almarhum Gus Mik yang mengomandani Jama’ah Sima’an Al-Qur’an Mantab dll. Pondok pesantren Al-Falah Ploso Kediri sebagaimana kebanyakan pesantren di kota Kediri merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran model salafaiyah. Program Pendidikan. Program pendidikan dan pengajaran di ponpes Al-Falah, terdiri dari Madrasah Ibtidaiyah 3 tahun, Madrasah Tsanawiyah 4 tahun , dan Majelis Musyawarah Riyadlotut Tholabah 5 tahun. Pada tingkat Ibtidaiyah materi yang banyak ditekankan adalah masalah akidah dan akhlak, sedangkan untuk tingkat Tsanawiyah ditekankan pada materi ilmu nahwu / sharaf dan ditambah ilmu fiqih, faroidl serta balaghah. Adapun Majelis Musyawarah merupakan kegiatan kajian kitab fiqih, yakni Fathul Qorib, selama satu tahun, Kitab Fathul Mu’in selama 1 tahun dan Fathul Wahab selama 3 tahun. PENGASUH/PIMPINAN PONDOK PESANTREN AL-FALAH PLOSO 1. KH. A. Djazuli Usman 2. KH. Zainuddin Djazuli putra Kiai Djazuli 3. KH. Nurul Huda Gus Dah yang mengasuh pondok pesantren putri 4. KH. Fuad Mun’im Gus Fu’ 5. KH. Munif, 6. Bu Nyai Hj. Badriyah Bu Bad dan 7. Gus Sabut putra almarhum Gus Mik SISTEM PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN AL-FALAH PLOSO Pondok pesantren Al-Falah Ploso Kediri sebagaimana kebanyakan pesantren di kota Kediri merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran model salafiyah. Program Pendidikan. Program pendidikan dan pengajaran di ponpes Al-Falah, terdiri dari Madrasah Ibtidaiyah 3 tahun, Madrasah Tsanawiyah 4 tahun , dan Majelis Musyawarah Riyadlotut Tholabah 5 tahun. Pada tingkat Ibtidaiyah materi yang banyak ditekankan adalah masalah akidah dan akhlak, sedangkan untuk tingkat Tsanawiyah ditekankan pada materi ilmu nahwu / sharaf dan ditambah ilmu fiqih, faroidl serta balaghah. Adapun Majelis Musyawarah merupakan kegiatan kajian kitab fiqih, yakni Fathul Qorib, selama satu tahun, Kitab Fathul Mu’in selama 1 tahun dan Fathul Wahab selama 3 tahun. MISRIU Jenjang pendidikan di Pondok Pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri dimulai dari Madrasah Islamiyah Salafiyah Riyadlotul Uqul MISRIU dengan dua tingkatan; Ibtidaiyah dan Tsanawiyah. Pada tingkatan Ibtidaiyah ditempuh selama 3 tahun yang materi pendidikannya memprioritaskan pembinaan akhlaq santri Moralitas dan Mentalitas, pengembangan wawasan santri, menulis huruf arab, tajwid, pemantapan tauhid dan pengenalan dasar-dasar gramatika arab ilmu nahwu shorof sebagai persiapan memasuki tingkat Tsanawiyah. Selanjutnya di tingkat Tsanawiyah, ditempuh selama 4 tahun. Pada kelas 1, 2 dan 3 Tsanawiyah, materi yang ditekankan adalah pendalaman ilmu nahwu, shorof dengan kajian utama ; kelas 1 kitab Jurumiyah, kelas 2 kitab Imrithy dan kelas 3 kitab Alfiyah Ibni Malik serta dilengkapi pula kajian tauhid, fiqh dan risalatul mahidl sebagai penyempurna. Sedangkan di kelas 4 Tsanawiyah lebih dititik beratkan pada penguasaan ilmu balaghoh kesusastraan, mantiq logika, qowa’idul fiqhiyah dan faroidl waris. Kegiatan madrasah dilaksanakan pada pukul s/d pukul mulai hari Sabtu s/d hari Kamis. Dan setiap ba’da Isya’ dilaksanakan musyawarah diskusi bersama sampai pukul Masih dalam naungan MISRIU, dibuka pula madrasah siang Nahariyah dan madrasah malam Lailiyah. MADRASAH NAHARIYAH Memberi kesempatan untuk siswa diluar pondok desa yang tidak dapat mengikuti sekolah pagi dengan biaya lebih ringan. Kegiatan sekolah dimulai pada pukul s/d MADRASAH LAILIYAH Sekolah malam yang dimulai pada pukul s/d untuk siswa pondok yang juga mengikuti sekolah umum. Sebagai pendalaman materi pelajaran dilaksanakan musyawarah setelah ashar sampai pukul WIB. Ditambah privat untuk pelajaran umum pukul – RIYADLATUT THALIBAT Setelah siswa menamatkan sekolah di MISRIU Madrasah Islamiyah Salafiyah Riyadlotul Uqul, berikutnya siswa akan ditempa di jenjang musyawarah Riyadlotut Tholibat. Sistem yang diterapkan pada jenjang ini adalah kemandirian berfikir santri, keberanian mengambil keputusan yang bertanggung jawab dengan benar, terutama masalah-masalah fiqhiyah sesuai dengan perkembangan sosial yang terjadi di masyarakat. Pada tingkat ini terdiri dari 2 fraksi. Fraksi I dengan mengambil kajian pokok kitab Fathul Qorib yang ditempuh dalam waktu satu tahun. Fraksi II dengan kajian pokok kitab Fathul Mu’in juga ditempuh dalam waktu satu tahun. Selain mengikuti kajian-kajian diatas, para santri juga diterjunkan dakwah di tengah-tengah masyarakat guna memberi pencerahan sekaligus sebagai sarana praktikum para santri. Dengan demikian, diharapkan setelah menamatkan jenjang ini, santri benar-benar menjadi generasi tangguh yang sanggup menghadapi tantangan zaman. TAHAFUDZUL QUR'AN Bagi santri yang telah atau akan menghafal Al Qur’an disediakan asrama khusus dengan fasilitas yang memadai. Tetap dapat mengikuti kegiatan pondok dan madrasah atau musyawarah. KEGIATAN 1. Pengajian Yang Dikaji adalah Al Qur’an, Shohih Bukhori, Tafsir Jalalain, Fathul Qorib, Ta’limul Muta’allim, Bidayatul Hidayah, Fathul Mu’in dan kitab-kitab yang lain. 2. Ubudiyah Mujahadah, membaca surat Al Waqi’ah, membaca Burdah, Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al Jailani, Diba’iyah, Dzikrul Ghofilin, Tahlil, Yasin dan lain-lain. EKSTRAKURIKULER Seni baca Al Qur’an, Kaligrafi, praktek mengajar, bahtsul masa’il diniyah, mading majalah dinding, training khitobah, Jum’at bersih, olahraga, bimbingan pelajaran umum, kursus komputer, menjahit dan lain-lain. SYARAT DAN BIAYA PENDAFTARAN PONDOK 1. Sowan Romo Kyai dengan disertai wali. 2. Mendaftarkan diri di kantor pada jam kerja. 3. Mengisi formulir pendaftaran. 4. Membayar uang pendaftaran Rp. 5. Membayar Kartu Tanda Santri Rp. MADRASAH 1. Mendaftarkan diri di kantor pada jam kerja. 2. Mengisi formulir pendaftaran. 3. Membayar uang pendaftaran Rp. 4. Membayar uang raport Rp. 5. Membayar uang seragam 2 baju, 1 minang Rp. 6. Mengikuti tes ujian masuk dengan materi ujian sebagai berikut a Kelas III Ibtidaiyah Tajwid, Tauhid dan Fiqih. b Kelas I Tsanawiyah Nahwu, Shorof, I’lal, Fiqih dan Membaca kitab kosongan. c Kelas II Tsanawiyah Nahwu, Shorof, I’lal, Fiqih, Membaca kitab kosongan dan Muhafadhoh Imrithi 150 bait. d Kelas III Tsanawiyah Nahwu, Shorof, Fiqih, Membaca kitab kosongan dan Muhafadhoh Alfiyah 500 bait. e Kelas IV Tsanawiyah Nahwu, Balaghoh, Fiqih, Membaca dan Murodi kitab kosongan. 7. Menyerahkan foto copy ijazah pendidikan akhir. PEMBAYARAN Pertahun Pondok - I’anah Pondok Rp. - Dana Sehat Rp. - Sumbangan Wajib Pembangunan SWP Rp. Madrasah - I’anah MISRIU Rp. - Iuran Semester I & II Rp. PROFIL KH AHMAD DJAZULI USMAN PENDIRI PESANTREN PLOSO KH. Achmad Djazuli Utsman, pendiri dan pengasuh I Pondok Pesantren Al-Falah, Ploso, Kediri. Ia lahir di awal abad XIX, tepatnya tanggal 16 Mei 1900 M. Ia adalah anak Raden Mas M. Utsman seorang Onder Distrik penghulu kecamatan. Sebagai anak bangsawan, Mas’ud beruntung, karena ia bisa mengenyam pendidikan sekolah formal seperti SR, MULO, HIS bahkan sampai dapat duduk di tingkat perguruan tinggi STOVIA Fakultas Kedokteran UI sekarang di Batavia. Sepulang dari tanah suci, Mas’ud kemudian pulang ke tanah kelahirannya, Ploso dan hanya membawa sebuah kitab yakni Dalailul Khairat. Selang satu tahun kemudian, 1923 ia meneruskan nyantri ke Tebuireng Jombang untuk memperdalam ilmu hadits di bawah bimbingan langsung Hadirotusy Syekh KH. Hasjim Asya’ri. Setelah dirasa cukup, ia kemudian melanjutkan ke Pesantren Tremas yang diasuh KH. Ahmad Dimyathi adik kandung Syeikh Mahfudz Attarmasiy dan pondok Termas menjadi persinggahan akhir sebelum beliau mendirikan pondok pesantren Al-Falah di Ploso Kediri. PROFIL KH HAMIM DJAZULI/GUS MIEK KH Hamim Tohari Djazuli atau akrab dengan panggilan Gus Miek lahir pada 17 Agustus 1940,beliau adalah putra KH. Jazuli Utsman seorang ulama sufi dan ahli tarikat pendiri ponpes Al Falah mojo Kediri. Gus Miek seorang hafizh penghapal Al-Quran. Karena, bagi Gus Miek, Al-Quran adalah tempat mengadukan segala permasalahan hidupnya yang tidak bisa dimengerti orang lain. Dengan mendengarkan dan membaca Al-Quran, Gus Miek merasakan ketenangan dan tampak dirinya berdialog dengan Tuhan ,beliaupun membentuk sema’an alquran dan jama’ah Dzikrul Ghofilin. Tepat tanggal 5 juni 1993 Gus Miek meninggal dunia menghembuskan napasnya yang terakhir di rumah sakit Budi mulya Surabaya. SKRIPSI TENTANG PONPES AL-FALAH PLOSO KEDIRI Judul tesis Paradigma Kyai Pondok Pesantren Salafiyah dalam Mempertahankan Visi Misinya di Era Globalisasi Studi Kasus Pondok Pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri Penulis Budy Pranoto Tahun 2007 Fakultas Pasca Sarjana Jurusan S2 Manajemen Pendidikan Islam Universitas UIN Maliki Abstraksi Pondok pesantren Al Falah di desa Ploso Mojo Kediri dari awal didirikannya hingga saat ini tetap menggunakan model salafiyah. Pondok ini memiliki kecenderungan penguasaan ilmu, pemahaman pemikiran dan tradisi ulama-ulama salaf yang hidup pada zaman tiga generasi setelah masa Nabi Muhammad Saw. Pondok pesantren Al Falah yang memprioritaskan kebutuhan akhirat dalam orientasi pendidikannya. Hal ini berdampak minat calon santri belajar pondok ini cenderung menurun pada tiga tahun terakhir ini, santri kurang bisa beradaptasi dengan masyarakat modern yang telah berubah dan berpola pikir yang matrealitik, alumni pesantren salafiyah tidak mampu berkompetisi dalam dunia kerja karena kompetensi santri pesantren salafiyah belum diakui oleh stackeholder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kyai pondok pesantren al Falah Ploso Mojo Kediri dalam mempertahankan model pesantren salafiyah di pondok pesantren salafiyah memiliki alalasan-alasan tertentu diantaranya a Pencapaian kefokusan mendalami ilmu agama Islam sehingga mampu menjiwai ilmu yang dipelajari dengan semaksimal mungkin. b Keikhlasan dalam beribadah pada Allah menjadi sebuah tujuan pendidikan baik bagi lembaga dan santri-santrinya. c Mematuhi amanah yang telah diamanatkan oleh pendiri pondok pesantren Al Falah. d Melestarikan ilmu dan ajaran-ajaran ulama salaf yang berpegangan pada ajaran ahli sunnah wal jamaah. e Pondok pesantren salafiyah benteng pertahanan untuk menyelamatkan agama Islam dari aliran-aliran yang menyimpang dari Al Quran dan Hadis Nabi Muhamma Saw. Temuan ini bertentangan dengan konsep keseimbangan bertindak dan beramal dari ajaran Islam seperti dalam hadis nabi yang menyatakan," Sedangkan sekarang ini pesantren besar maupun kecil dari hari ke hari bertambah dan mulai menerapkan konsep keseimbangan pendidikannya. Sebuah konsep pemenuhan kebutuhan pendidikan Islam yang berorientasi untuk kepentingan dunia dan akhirat secara berimbang dan bersama-sama. Seperti konsep Nabi," beramallah kamu untuk kepentingan duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya dan beramallah kamu untuk akhiratmu seakan-akan kamu meninggal di hari besok." Serta," Bagi siapa yang menghendaki dunia maka wajib untuk mempelajari ilmu dunia. Bagi siapa yang menghendaki akhirat maka wjib mempelajari ilmu akhirat bagi siapa yang ingin kedua-duanya wajib memiliki ilmu dunia dan akhirat." BiayaAdmin Bca Debit - Biaya Admin Bca 2021 Atm Rekening Transaksi / 25.11.2019 · admin mengumpulkan data tentang biaya pendaftaran ponpes al falah ploso mojo kediri 2019. Dapatkan link; Facebook; Twitter; Pinterest; Email; Pondok pesantren queen al falah terletak di de. Gratis voucher diskon total 25.000 *; Padahal, tujuan awal Pondok Pesantren Al Falah Ploso Kediri merupakan salah satu pesantren yang ada di Kota Kediri. Adapun belajar mengajar di pesantren ini menggunakan kurikulum yang berlaku di tambah dengan ilmu agama. Ada juga kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler sekolah untuk santri seperti karate, basket, futsal, grup belajar dan Pesantren Al Falah Ploso Kediri memiliki staf pengajar uztad/uztazah serta guru yang kompeten pada bidang pelajarannya masing-masing sehingga berkualitas dan menjadi salah satu pesantren terbaik di Kota Kediri. Tersedia juga berbagai fasilitas seperti ruang kelas yang nyaman, asrama yang nyaman, laboratorium praktikum, perpustakaan, lapangan olahraga, kantin, masjid dan kunjungi pesantren terdekat ini untuk info pendaftaran, biaya pendaftaran, info biaya SPP, info kurikulum, info pesantren di Kota Kediri, nomor NPSN dan lainnya. Anda juga bisa menghubungi kontak atau mengakses website sekolah jika tersedia. Belum ada gambar galeri. Dimana alamat Pondok Pesantren Al Falah Ploso Kediri? Pondok Pesantren Al Falah Ploso Kediri beralamat di Ploso, Mojo, Kediri, Jawa Timur, Indonesia. 1Pengasuh Ponpes Al-Falah Ploso Fuad Mun'im Djazuli Tutup Usia Kabar duka menyelimuti Pondok Pesantren Ploso, Mojo, Kediri, Jawa Timur. Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah Ploso, Mojo, Kediri, Jawa Timur KH Fuad Mun'im Djazuli tutup usia pada Sabtu, 17 Oktober 2020 pukul 03.00 WIB. Fenomena semacam itu memang menjadi tantangan berat bagi pesantren yang menjadi pusat kegiatan simakan Al-Qur’an Mantab ini. Namun para pengurusnya tidak merasa gentar. Justru tantangan itu membulatkan tekad mereka untuk mengubah masyarakat abangan, menjadi masyarakat yang islami. Hasilnya seperti sekarang ini. Pesantren terus berkembang, dan kehidupan islami tercipta dengan sendirinya di sekitar pondok pesantren yang letaknya ditepi sungai Berantas ini banyak mengambil keuntungan dari letak geografis tersebut. Sungai yang terkenal deras airnya dan terus mengalir sepanjang musim banyak memberikan kehidupan para santri serta para masyarakat sekitarnya. Dipinggir sungai inilah terletak desa Ploso, 15 km arah selatan dari Kediri. Potensi wilayah seperti ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Umumnya mereka memanfaatkan tanah yang subur ditepi sungai berantas untuk bercocok pesantren Al-Falah Ploso Kediri sebagaimana kebanyakan pesantren di kota Kediri merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran model pendidikan dan pengajaran di ponpes Al-Falah, terdiri dari Madrasah Ibtidaiyah 3 tahun, Madrasah Tsanawiyah 4 tahun , dan Majelis Musyawarah Riyadlotut Tholabah 5 tahun.Pada tingkat Ibtidaiyah materi yang banyak ditekankan adalah masalah akidah dan akhlak, sedangkan untuk tingkat Tsanawiyah ditekankan pada materi ilmu nahwu / sharaf dan ditambah ilmu fiqih, faroidl serta balaghah. Adapun Majelis Musyawarah merupakan kegiatan kajian kitab fiqih, yakni Fathul Qorib, selama satu tahun, Kitab Fathul Mu’in selama 1 tahun dan Fathul Wahab selama 3 pendidikan di Pondok Pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri dimulai dari Madrasah Islamiyah Salafiyah Riyadlotul Uqul MISRIU dengan dua tingkatan; Ibtidaiyah dan tingkatan Ibtidaiyah ditempuh selama 3 tahun yang materi pendidikannya memprioritaskan pembinaan akhlaq santri Moralitas dan Mentalitas, pengembangan wawasan santri, menulis huruf arab, tajwid, pemantapan tauhid dan pengenalan dasar-dasar gramatika arab ilmu nahwu shorof sebagai persiapan memasuki tingkat di tingkat Tsanawiyah, ditempuh selama 4 tahun. Pada kelas 1, 2 dan 3 Tsanawiyah, materi yang ditekankan adalah pendalaman ilmu nahwu, shorof dengan kajian utama ; kelas 1 kitab Jurumiyah, kelas 2 kitab Imrithy dan kelas 3 kitab Alfiyah Ibni Malik serta dilengkapi pula kajian tauhid, fiqh dan risalatul mahidl sebagai penyempurna. Sedangkan di kelas 4 Tsanawiyah lebih dititik beratkan pada penguasaan ilmu balaghoh kesusastraan, mantiq logika, qowa’idul fiqhiyah dan faroidl waris.Kegiatan madrasah dilaksanakan pada pukul s/d pukul mulai hari Sabtu s/d hari Kamis. Dan setiap ba’da Isya’ dilaksanakan musyawarah diskusi bersama sampai pukul dalam naungan MISRIU, dibuka pula madrasah siang Nahariyah dan madrasah malam Lailiyah.MADRASAH NAHARIYAHMemberi kesempatan untuk siswa diluar pondok desa yang tidak dapat mengikuti sekolah pagi dengan biaya lebih ringan. Kegiatan sekolah dimulai pada pukul s/d LAILIYAHSekolah malam yang dimulai pada pukul s/d untuk siswa pondok yang juga mengikuti sekolah umum. Sebagai pendalaman materi pelajaran dilaksanakan musyawarah setelah ashar sampai pukul WIB. Ditambah privat untuk pelajaran umum pukul – THALIBATSetelah siswa menamatkan sekolah di MISRIU Madrasah Islamiyah Salafiyah Riyadlotul Uqul, berikutnya siswa akan ditempa di jenjang musyawarah Riyadlotut Tholibat. Sistem yang diterapkan pada jenjang ini adalah kemandirian berfikir santri, keberanian mengambil keputusan yang bertanggung jawab dengan benar, terutama masalah-masalah fiqhiyah sesuai dengan perkembangan sosial yang terjadi di tingkat ini terdiri dari 2 fraksi. Fraksi I dengan mengambil kajian pokok kitab Fathul Qorib yang ditempuh dalam waktu satu tahun. Fraksi II dengan kajian pokok kitab Fathul Mu’in juga ditempuh dalam waktu satu mengikuti kajian-kajian diatas, para santri juga diterjunkan dakwah di tengah-tengah masyarakat guna memberi pencerahan sekaligus sebagai sarana praktikum para santri. Dengan demikian, diharapkan setelah menamatkan jenjang ini, santri benar-benar menjadi generasi tangguh yang sanggup menghadapi tantangan QUR'ANBagi santri yang telah atau akan menghafal Al Qur’an disediakan asrama khusus dengan fasilitas yang memadai. Tetap dapat mengikuti kegiatan pondok dan madrasah atau musyawarah.
Tanpaterasa santri yang belajar dengan KH. A.Djazuli membengkak menjadi 100 orang. Masyarakat sekitar pondok pesantren Al-Falah Ploso pada awalnya tergolong masyarakat abangan (jauh dari agama). Ketika awal berdiri, banyak masyarakatnya mencemooh pondok pesantren Al-Falah. Apalagi para pejabat dan bandar judi, yang setatus quonya mulai terganggu.
Home Rohani Selasa 07-03-2023 / 1352 WIB - Untuk Pondok Sowan dewan Masyayikh dengan disertai orang tua/walinya Mendaftarkan diri di kantor Pondok pada jam kerja. Dengan sebelumnya melakukan pendaftaran online melalui website Mengisi formulir yang telah disediakan setelah melaksanakan pendaftaran online silahkan download e-formulir atau bukti pendaftarannya Mengisi surat pernyataan yang ditanda tangani orang tua/wali dengan dibubuhi materai Rp. Silahkan download Filenya disini Menyerahkan pass foto terbaru ukuran 3×4 sebanyak 6 lembar memakai baju putih dan peci hitam Menyerahkan foto copy Kartu Keluarga KK sebanyak 2 lembar Membayar biaya administrasi yang telah ditetapkan Baca juga Penyebab Doa Ibu Tidak Dikabulkan Menurut Buya Yahya dan Cara Mengatasinya Baca juga Jadwal Tayang Anime Trinity Seven Season 2, Tujuh Doa yang Mematikan Masih Menghantui Baca juga Harga Menu Mie Gacoan Sidoarjo Surabaya Terdekat Pesan Delivery Pakai Link Ini Tak Perlu Antre Lama Untuk Madrasah Mendaftarkan diri di kantor Pondok pada jam kerja. Dengan sebelumnya melakukan pendaftaran online melalui website Mengisi formulir yang telah disediakan setelah melaksanakan pendaftaran online silahkan download e-formulir atau bukti pendaftarannya Mengisi surat pernyataan yang ditanda tangani orang tua/wali dengan dibubuhi materai Rp. Silahkan download Filenya disini Menyerahkan pass foto terbaru ukuran 3×4 sebanyak 6 lembar memakai baju putih dan peci hitam Menyerahkan foto copy ijazah terakhir sebanyak 2 lembarMembayar biaya administrasi yang telah ditetapkan Untuk link pendaftarannya, kamu bisa menggunakan link berikut ini KLIK DAFTAR PONPES AL FALAH PLOSO KEDIRI Nah, itulah informasi mengenai pendaftaran Pondok Pesantren Al Falah Ploso, Kediri. Semoga bermanfaat. Sumber BERITA TERKAIT UPDATE TERBARU
68YUk3.
  • e9c9mbs1vv.pages.dev/174
  • e9c9mbs1vv.pages.dev/449
  • e9c9mbs1vv.pages.dev/410
  • e9c9mbs1vv.pages.dev/380
  • e9c9mbs1vv.pages.dev/58
  • e9c9mbs1vv.pages.dev/86
  • e9c9mbs1vv.pages.dev/378
  • e9c9mbs1vv.pages.dev/9
  • biaya ponpes al falah ploso